Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) yang diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
colere yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, dari istilah-istilah harafiah
tersebut, bila kita ramu, maka manusia yang berbudaya adalah manusia yang
berbudi, berakal, dan mampu mengolah informasi. Oleh karena itu, manusia sering
dikatakan sebagai makhluk yang berbudaya atau pun makhluk yang berakal.
Potensi akal yang dimiliki oleh
manusia, menyebabkan dia berbeda dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu,
banyak nash-nash di dalam Al Qur’an yang mengajak manusia menggunakan akalnya
untuk memikirkan benda-benda ciptaan Allah yang disebar di alam semestanya,
untuk memikirkan darimana kita berasal, untuk apa kita hidup di dunia ini, dan
akan kemanakah kita nantinya? Salah satu nash yang berbicara tentang perintah
untuk mentadabburi alamnya adalah surat Al Baqaroh ayat 164 yang artinya:
“Sesungguhnya pada kejadian langit
dan bumi, dan pertukaran malam dan siang, dan pada kapal-kapal yang berlayar di
laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia, demikian juga
pada air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya
tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai
jenis binatang, demikian juga pada peredaran angina dang awan yang tunduk
kepada kuasa Allah terapung-apung di antara langit dan bumi, sesungguhnya ada
tanda-tanda bagi kaum yang menggunakan akal pikiran”.
Sangat
jelas ayat di atas mengajak manusia untuk menggunakan akalnya untuk memikirkan
dan memerhatikan bagaimanakah alam semesta dan berbagai macam fenomena alam
yang terjadi dciptakan dan diatur sedemikian rupa. Hal ini dilakukan agar
manusia tidaklah sombong dalam menjalani kehidupannya. Di sisi lain, Allah juga
menyebutkan manusia yang tidak menggunakan akalnya dengan sebutan “makhluk yang
sangat jelek”, hal ini seperti yang termaktub dalam surat Al Anfaal ayat 22
yang artinya:
“Sesungguhnya sejelek-jelek makhluk
yang melata di sisi Allah adalah orang-orang yang tuli dan bisu, yang tidak mau
menggunakan akalnya”.
Oleh
karena itu, Islam sangat menuntut manusia untuk mau dan terus menggunakan
akalnya dalam menjalani kehidupan ini, agar kehidupannya tenang, tentram, damai,
penuh keadilan, dan sejahtera. Karena, manusia yang menggunakan akalnya dalam
menjalani setiap aktivitas hidupnya adalah manusia yang diridhoi oleh Allah
SWT, sebab dia mau tunduk dan patuh kepada seluruh perintah dan larangan Allah
SWT, yang terangkum dalam Syari’at Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah.